Pembentukan
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU KAMNAS) banyak menuai protes
dari beberapa pihak. Ada yang menuding bahwa penyusunan aturan ini adalah upaya
untuk menghidupkan kembali rezim orde baru. Karena menurut beberapa pihak,
beberapa aturan yang termuat dalam beberapa pasal di RUU ini multitafsir dan
mengundang usaha untuk penyalahgunaan wewenang. Beberapa pasal tentang
pengaturan kewenangan tugas POLRI dan TNI pun tidak dijelaskan secara jelas.
hanya dijelaskan bahwa tugas POLRI adalah keamanan negara dan tugas TNI adalah
pertahanan negara. Bentuk-bentuk ancaman yang sekiranya dapat mengganggu
keamanan nasional dan bagaimana upaya penyelesaiannya serta siapa yang berhak
untuk menyelesaikannya juga tidak begitu jelas. RUU ini terhilat samar-samar
bagi saya pribadi, karena hal-hal tersebut.
Dilihat
dari aspek yang mendasari penyusunan RUU ini yaitu aspek filosofis, yuridis, dan
sosiologis, penyusunan RUU ini memliki tujuan yang baik. Kita lihat pada aspek
filosofis, dimana dasar filosofis penyusunan RUU ini adalah Pancasila. Harapannya
kelima sila yang terkandung dalam Pancasila menjiwai daripada RUU ini. Aspek yuridis
menjadi aspek yang bagi saya kurang. Dasara Yuridis dari RUU KAMNAS ini adalah
UUD 1945 pasal 30 yang khusus mengatur bidang, pertahanan dan keamanan negara
dan UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dimana didalamnya diatur
mengenai tugas, pokok, dan fungsi polisi serta kewenangannya. Satu hal yang
kurang dari aspek ini adalah dasar hukum mengenai pengaturan TNI dan Badan
Intelejen Negara (BIN). Tidak dicantumkannya UU no 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesiadan UU no 17 tahun 2011 tentang Badan Intelejen Negara
menjadi pertanyaan bagi saya. Karena didalam RUU KAMNAS tersebut disinggung
peran dari TNI dalam usaha menjaga keamanan nasional, juga BIN. Dari aspek
sosiologis RUU KAMNAS ini memiliki maksud tuntutan dan harapan masyarakat yang
telah terkrisitalisasi dalam paradigma reformasi, khususnya antara lain
cita-cita mewujudkan masyarakat madani, kehidupan yang demokratis; tegaknya
supremasi hukum, aparat keamanan civilian (terkait dengan kehidupan sipil atau
dilakukan oleh orang yang tidak aktif anggota militer), kinerja yang transparan
dan akuntabel.
Penyusunan
naskah akademik UU ini tidak selaras dengan RUU yang sedang dibahas oleh DPR
banyaknya pasal-pasal yang multitafsir dan ada beberapa aturan kewenangan yang
diatur lebih lanjut didalam perpres, menimbulkan kekhawatiran terhadap lahirnya
kembali keotoriterian penguasa negara. Dalam pasal 17 ayat (2) dan (4) ini
contohnya. Ayat (2) “jenis ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari berbagai bentuk ancaman”. Selanjutnya penjelasan dalam ayat
(4) “ancaman potensial dan ancaman aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan peraturan presiden”. Ini artinya bahwa bukan tidak mungkin
rezim Soeharto jaman dahulu akan lahir kembali. Karena, artinya nanti Presiden
boleh buat skenario apa saja yang jadi ancaman. Jadi kalau ada mogok, misalnya,
bisa dikeluarkan perpres untuk mengerahkan pasukan. Peran Intelejen Negara juga
tidak jelas pengaturannya dalam RUU ini (pasal 22). Dalam pasal 28, TNI dapat
menyimpangi tugasnya yang telah diatur dalam UU no 34 tahun 2004. Didalam pasal
ini TNI dapat menetapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan strategi sesuai
dengan kebijakan dan strategi penyelenggaraan keamanan nasional. Seharusnya TNI
hanya dapat melakukan tugas-tugasnya yang telah diatur didalam UU no 34 tahun
2004 (lampiran). Terlalu banyak unsur TNI yang masuk dalam RUU ini, sehingga
ditakutkan aksi represif (menekan, mengekang, menahan, atau menindas) dari TNI
yang dahulu menjadi trauma bagi bangsa ini terulang kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar