Total Tayangan Halaman

Rabu, 14 November 2012

ORBA Dihidupkan Kembali Melalui RUU KAMNAS (Keamanan Nasional)


Pembentukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU KAMNAS) banyak menuai protes dari beberapa pihak. Ada yang menuding bahwa penyusunan aturan ini adalah upaya untuk menghidupkan kembali rezim orde baru. Karena menurut beberapa pihak, beberapa aturan yang termuat dalam beberapa pasal di RUU ini multitafsir dan mengundang usaha untuk penyalahgunaan wewenang. Beberapa pasal tentang pengaturan kewenangan tugas POLRI dan TNI pun tidak dijelaskan secara jelas. hanya dijelaskan bahwa tugas POLRI adalah keamanan negara dan tugas TNI adalah pertahanan negara. Bentuk-bentuk ancaman yang sekiranya dapat mengganggu keamanan nasional dan bagaimana upaya penyelesaiannya serta siapa yang berhak untuk menyelesaikannya juga tidak begitu jelas. RUU ini terhilat samar-samar bagi saya pribadi, karena hal-hal tersebut.

Dilihat dari aspek yang mendasari penyusunan RUU ini yaitu aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis, penyusunan RUU ini memliki tujuan yang baik. Kita lihat pada aspek filosofis, dimana dasar filosofis penyusunan RUU ini adalah Pancasila. Harapannya kelima sila yang terkandung dalam Pancasila menjiwai daripada RUU ini. Aspek yuridis menjadi aspek yang bagi saya kurang. Dasara Yuridis dari RUU KAMNAS ini adalah UUD 1945 pasal 30 yang khusus mengatur bidang, pertahanan dan keamanan negara dan UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dimana didalamnya diatur mengenai tugas, pokok, dan fungsi polisi serta kewenangannya. Satu hal yang kurang dari aspek ini adalah dasar hukum mengenai pengaturan TNI dan Badan Intelejen Negara (BIN). Tidak dicantumkannya UU no 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesiadan UU no 17 tahun 2011 tentang Badan Intelejen Negara menjadi pertanyaan bagi saya. Karena didalam RUU KAMNAS tersebut disinggung peran dari TNI dalam usaha menjaga keamanan nasional, juga BIN. Dari aspek sosiologis RUU KAMNAS ini memiliki maksud tuntutan dan harapan masyarakat yang telah terkrisitalisasi dalam paradigma reformasi, khususnya antara lain cita-cita mewujudkan masyarakat madani, kehidupan yang demokratis; tegaknya supremasi hukum, aparat keamanan civilian (terkait dengan kehidupan sipil atau dilakukan oleh orang yang tidak aktif anggota militer), kinerja yang transparan dan akuntabel.
Penyusunan naskah akademik UU ini tidak selaras dengan RUU yang sedang dibahas oleh DPR banyaknya pasal-pasal yang multitafsir dan ada beberapa aturan kewenangan yang diatur lebih lanjut didalam perpres, menimbulkan kekhawatiran terhadap lahirnya kembali keotoriterian penguasa negara. Dalam pasal 17 ayat (2) dan (4) ini contohnya. Ayat (2) “jenis ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari berbagai bentuk ancaman”. Selanjutnya penjelasan dalam ayat (4) “ancaman potensial dan ancaman aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan presiden”. Ini artinya bahwa bukan tidak mungkin rezim Soeharto jaman dahulu akan lahir kembali. Karena, artinya nanti Presiden boleh buat skenario apa saja yang jadi ancaman. Jadi kalau ada mogok, misalnya, bisa dikeluarkan perpres untuk mengerahkan pasukan. Peran Intelejen Negara juga tidak jelas pengaturannya dalam RUU ini (pasal 22). Dalam pasal 28, TNI dapat menyimpangi tugasnya yang telah diatur dalam UU no 34 tahun 2004. Didalam pasal ini TNI dapat menetapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan strategi sesuai dengan kebijakan dan strategi penyelenggaraan keamanan nasional. Seharusnya TNI hanya dapat melakukan tugas-tugasnya yang telah diatur didalam UU no 34 tahun 2004 (lampiran). Terlalu banyak unsur TNI yang masuk dalam RUU ini, sehingga ditakutkan aksi represif (menekan, mengekang, menahan, atau menindas) dari TNI yang dahulu menjadi trauma bagi bangsa ini terulang kembali.

  • Disampaikan dalam Kajian Hukum dan Masyarakat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Surakarta Komisariat Fak. Hukum UNS pada tanggal 14 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar