Menulis merupakan sebuah kegiatan yang melatih kekritisan berpikir manusia yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam sebuah tulisan kita bebas untuk bisa mengeksplorasi segala bentuk pemikiran, konsep, buah pikiran yang muncul dalam pikiran kita. Layaknya sebuah notulensi dalam rapat, kita dapat memulai untuk bisa menulis segala apa yang kita lihat hari ini. Segala peristiwa, segala bentuk kegiatan kita dapat kita tuangkan dalam sebuah tulisan yang kemudian lazim disebut dengan “diary”.
Dari hal-hal yang sebenarnya sangat sepele seperti diary, kita dapat melatih diri untuk bisa menulis. Di dalam perkuliahan kita sudah dipaksa untuk dapat menulis. Penugasan dari dosen berupa pembuatan makalah sangat sering kita temui di hari-hari kita berkuliah. Tujuan dari hal itu semua tak lain dan tak bukan untuk melatih kita agar terbiasa untuk menulis dan nilai yang kita peroleh sesudahnya merupakan bonus dari usaha yang telah kita lakukan, reward atau penghargaan atas tersajinya pemikiran-pemikiran yang telah telah kita tuangkan. Tujuan dari pembuatan makalah adalah sebuah usaha penyadaran akan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kita sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang kader bangsa, sebagai insan akademis untuk dapat menjalankan amanah yang tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan ; Penelitian ; Pengabdian) yang kemudian dapat bermanfaat bagi terciptanya masyarakat adil dan makmur di Indonesia.
Namun menjadi sebuah ironi ketika apa yang kita lakukan saat ini tidaklah menunjukan kita sebagai seorang mahasiswa. Sangat jarang berdiskusi, minim kekritisan-kekritisan yang muncul, bahkan sampai pada penugasan pembuatan makalah yang diberikan oleh dosenpun kita selalu bermahzhab pada Teori Copas. Makalah-makalah yang tebalnya sekian puluh halaman ternyata hanyalah sekumpulan tulisan-tulisan dari pemikiran-pemikiran yang kita comot begitu saja dengan menggunakan rumus komputerisasi Ctrl+A – Ctrl+C – New Document – Ctrl+V. Itupun tanpa sepengetahuan & ijin dari Si Empunya Pemikir. PLAGIAT. Kata yang selalu kita pegang teguh & merupakan sebuah cerminan yang tercela & yang secara tidak sadar kita, kata tersebut menempel pada diri kita.
Makalah yang tebal sungguh menjadi cerminan bahwa betapa pandainya mahasiswa tersebut, betapa menawanya hasil kerja atau tugas tersebut yang kemudian dikonversikan dalam sebuah nilai A.
Namun bagaimana dengan sebuah artikel yang tertulis di 2 lembar folio, yang dimana berisikan sebuah gagasan-gagasan ide atau pemikiran-pemikiran yang belum sempat terupload dalam situs internet & hanya bisa tertempel pada mading-mading usang yang menjadi papan iklan. Tak tersentuh, tak terbaca, & bahkan tak terlirik oleh sekian puluh mata yang berlalu lalang. Ketika terbaca pun & sang pembaca tak sepakat akan tulisan yang ada didalamnya, diambilnya tulisan itu, dirobek-robeknya kertas usang itu, dan ditempatkanya dalam sebuah wadah yang bertuliskan SAMPAH. Seperti itukah etika mahasiswa saat ini, enggan menulis, tak memiliki wacana yang lahir dipikiranya, lalu diambil & dibuangnya tulisan yang berupa pemikiran tersebut. Seakan-akan kebebasan berekspresi yang sekarang ini telah memperoleh kemerdekaanya dari Sang Penjajah Rezim Orde Baru terkekang kembali oleh pikiran-pikiran apathis orang-orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar