Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 November 2012

MISKIN JUGA PAHLAWAN


Orang miskin memang banyak disekitar kita. Namun kita tidak terlalu banyak melihat bahkan memikirkan mereka karena mereka tidak terlalu menarik perhatian kita. Kehidupan mereka yang serba kekurangan dengan rumah yang hampir bisa dibilang gubuk reyot menjadi pemandangan yang wajar atau terlihat biasa-biasa saja bagi kita. Itulah pandangan yang mungkin dari beberapa orang saja yang bisa dibilang menganut paham Judge Book at The Cover.

Kehidupan miskin yang mereka alami memang bukan keinginan mereka sepenuhnya. Kehidupan yang semakin keras dan persaingan yang semakin ketat membuat mereka terpaksa jatuh ke dalam strata kemiskinan. Biaya hidup yang terus melambung dan pendidikan serta ketrampilan yang minim membuat hidup mereka semakin terpuruk. Belum lagi ketika mereka harus jadi korban dari tangan-tangan manusia yang berhati setan yang tega memanfaatkan kemiskinan mereka untuk komoditi yang menguntungkan kantong pribadi. Sungguh ironi melihat kondisi si miskin ini.
Namun sadar atau tidak, si miskin ini juga termasuk jajaran pahlawan, meski nama-nama mereka tidak tertulis dalam buku kepahlawananIndonesia. Mereka adalah orang-orang yang ikut membantu Negara dan berkonstribusi penting bagi Negara. Walaupun Negara secara sadar atau tidak sadar mendzolimi mereka, si miskin tetap bersedia untuk membantu negaranya tanpa upah sepeser pun. Bahkan merekalah yang harus merogoh rupiah untuk Negara.
Cobalah amatilah mereka sebentar, keseharian mereka dengan uang yang tak tentu, mereka masih bisa menyisihkan uang mereka untuk membeli sebatang rokok. Sebagian dari mereka tentunya juga kaum laki-laki. Tapi kita tidakkanmembahas masalah gender disini. Yang kita bahas adalah konstribusi atau kepahlawanan si miskin dengan sebatang rokoknya.
Terlepas dari pro kontra adanya rokok diIndonesia, kita harus akui bahwa cukai rokok yang ada pada tiap bungkus rokok adalah salah satu pos penting bagi Negara untuk mendapatkan devisa. Banyaknya perusahaan rokokIndonesiadan tingginya angka perokok diIndonesiamerupakan suatu sumber dana yang luput dari pandangan kita. Coba kita pikir sejenak, jikaIndonesiatidak memiliki pabrik rokok sama sekali, sudah barang tentu pendapatan Negara pasti menurun drastis dari yang ada sekarang ini. Dan pengangguran pastilah juga akan meningkat serta angka kriminal pasti juga akan naik. Tidak bisa dibayangkan seperti apa Negara jika berada dalam kondisi seperti itu.
Rokok memang telah menjadi candu bagi sebagian orang dan rokok juga telah menjadi candu bagi Negara kita. Produksi rokok yang mencapai ribuan bahkan jutaan setiap harinya tentulah harus dihabiskan. Sesuatu yang diproduksi tentunya untuk dikonsumsi. Si miskin dalam hal ini yang hidupnya serab pas-pasn masih bisa menikmati asap-asap dari tembakau kering. Mulut-mulut bau mereka, bibir dan gusi yang menghitam, paru-patu yang mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah lubangnya adalah sebuah perjuangan si miskin bagi Negara. Siapa lagi uang mengkonsumsi temabakau-tembakau kering tersebut jika bukan kita manusia dan tentunya si miskin tadi.
Patutlah jika penghargaan pahlawan kita berikan bagi si miskin – si miskin yang pas-pasan itu. Di tengah kondisi ekonomi yang tak tentu mereka masih bisa memberikan konstribusi bagi Negara. Konstribusi yang tak pernah kita lihat dan kita duga sebelumnya. Kontribusi di tengah kedzoliman yang dilakukan oleh para elit-elit Negara. Kedzoliman yang dilakukan oleh para setan-setan kapitalis yang tak henti-hentinya bak lintah menyedot peluh orang-orang tak berdaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar