Gerakan rakyat hari ini
seperti demonstrasi, berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah
sebuah warisan dari zaman pergerakan Indonesia zaman dahulu. Perjuangan dalam
mencari status hukum yang sederajat dengan bangsa-bangsa yang lain merupakan suatu ikhtiar dari
pendahulu negara ini. Dibagi-baginya status hukum warga Hindia Belanda di kala
penjajahan Belanda menimbulkan diskriminasi dalam kehidupan sosial di Hindia
Belanda kala itu.
Pergerakan bangsa
Indonesia baru muncul di awal abad 20, dimana sejarah mengatakan seorang Tirto
Adhisoerjo adalah pribumi pertama yang berhasil menancapkan semangat pergerakan
di Indonesia. Perannya sebagai pemantik pergerakan Indonesia memberikan warna
baru bagi Hindia Belanda di kala itu. Gerakan-gerakan rakyat yang menampakan
diri dalan surat kabar, rapat dan pertemuan besar, organisasi dan serikat
pekerja merupakan fenomena diawal kebangkitan bumiputra.
Tokoh-tokoh pergerakan
pasca Tirto Adhosoerjo pun semakin banyak bermunculan. Kemunculan mereka tak
lain menuntut status yang sama bagi golongan bumiputra. Salah satu tokoh yang
kemunculannya disebut-sebut sebagai Ramalan Jayabaya adalah Oemar Said Tjokroaminoto.
Pria kelahiran 16 Agustus 1882 di Desa Bakur, Sawahan, Madiun adalah sosok
Prabu Heru Tjokro dalam Ramalan Jayabaya.1 Tak banyak kisah dimasa
kecilnya yang bisa diceritakan selain kenalakalannya sebagi putra wedana2.
Kecerdasan yang dimiliki Tjokro berhasil membuatnya lulus sekolah OSVIA
(Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) Magelang, sekolah pendidikan
pegawai pribumi.
Lulus dari OSVIA,
Tjokro menjadi juru tulis di Kepatihan Ngawi. Namun karena hati merasa risih
dan tak nyaman dengan sistem birokrasi dan feodal Jawa seperti perintah jongkok
dan menyembah, Tjokro akhirnya mundur dari jabtannya pada tahun 1905.
Keputusannya inilah yang kemudian membuat hubungannya dengan orang tua
Soeharsikin (istri Tjokroaminoti) yang sekaligus mertua Tjokro menjadi memanas.
Bahkan Tjokro hampir dibunuh oleh mertuanya sendiri. Jiwa pemberontak yang
sudah dimilikinya sejak kecil membuat dia semakin memberontak terhadap gaya
feodalistis Jawa. Adat sembah dan jongkok adalah adat Modjopaitan atau adat kodokan.3
Pasca mundur dari
jabatan birokrasi di Kepatihan Ngawi, Tjokro kemudian hijrah ke Surabaya. Di
Surabaya, Tjokro kemudian mengikuti kursus-kursus mempelajari teknik mesin dan
kemudian bekerja sebagai teknisi di pabrik gula Rogojampi diluar Surabaya. Pada
Mei 1912 dia didatangi Samanhoedi dan itulah awal Tjokro mengenal Sarekat
Islam.
Rekso
Roemekso dan Sarekat Dagang Islam
Samanhoedi seorang
saudagar batik asal Laweyan Solo datang ke Surabaya menemui Tjokroaminoto dan
Tjokrosoedarmono seorang juru tulis di kantor notaris Belanda. Kedatangan
Samanhoedi menemui Tjokro adalah untuk meminta bantuan membuat anggaran dasar
baru bagi Sarekat Islam. Pada Mei 1912, Tjokroaminoto dan Tjokrosoedarmono
bergabung dengan SI Surakarta dan hoofdbestuur
menunjuk Tjokro sebagai komisaris dan mempercayakan pembuatan anggaran
dasar baru kepada Tjokoroaminoto.
Sarekat Islam Surakarta
berkembang dari Rekso Roemekso diawal 1912. Rekso Roemekso adalah perkumpulan
ronda yang didirikan oleh saudagar batik Laweyan Samanhoedi bersama beberapa
teman dan saudaranya. Perkumpulan ini didirikan dengan maksud untuk saling
melindungi antar saudagar batik bumiputra dari pencuri kain batik yang
meresahkan. Persaingan antara saudagar batik Tionghoa dengan saudagar batik
bumiputra membuat konflik diantara masing-masing perkumpulan Rekso Romekso dan
kong Sing.
Konflik yang berujung
perkelahian yang sering terjadi membuat Rekso Romekso diselidiki status
hukumnya oleh kepolisian Belanda. Pada masa itu setiap perkumpulan tanpa status
hukum dapat dibubarkan dengan perintah residen berdasarkan undang-undang 1854
pasal III. Masalh hukum Rekso Roemekso membuat Djojomargoso, orang terdekat
Samanhoedi meminta bantuan kepada Martodharsono. Martodharsono yang pernah
menjabat redaktur Medan Prijaji
meminta bantuan kepada Tirto Adhisoerjo untuk mengindari Rekso Romekso dalam
masalah status hukum. Pada akhirnya Rekso Romekso diakui sebagai Sarekat Dagang
Islam Cabang Bogor.
Dalam perjalanannya,
perkumpulan ini lebih dikenal dengan nama Sarekat Islam. Karena walaupaun orang-orang
Solo memberikan nama Sarekat Dagang Islam, namun organisasi ini lebih mengacu
pada Rekso Roemekso sebagai perkumpulan ronda dan bukan perkumpulan dagang
seperti SDI Bogor. SI kemudian berkembang dengan memiliki cabang-cabang diluar
Solo, seperti di Yogyakarta, Kediri, madiun, dan Surabaya. Perkembangan inilah
yang kemudian membuat Samanhoedi sebagai ketua umum ingin memperbaiki anggaran
dasar SI.
Peran Tjokro didalam SI
semakin lama semakin berkembang. Setelah mendapat tugas untuk merubah anggaran
dasar SI dan menjadi komisaris, Tjokro kemudian berhasil menggeser Samanhoedi
sebagai ketua Si dalam pertemuan di Yogyakarta 18 Februari 1914. Dalam
kepemimpinan Tjokro, SI dibawa ke level nasional dengan merubah kembali
anggaran dasarnya pada 26 Juli1915 dan tak sampai satu tahun pemerintah Belanda
mengakui kepengurusan Central sarekat Islam yang dipimpin Tjokromainoto. SI
kepemimpinan Tjokro merubah peregerakan SI yang sebelumnya sebagai organisasi
dagang menjadi organisasi yang bergerak dibidang politik.
Tjokro
dan murid-muridnya
Hubungan Tjokro dengan
para murid-muridnya berawal dari istri Tjokro yang ingin membantu keuangan
keluarga dengan membuka kos-kosan. Rumah Tjokro yang terletak di Gang Peneleh
VII Surabaya, adalah bukti sejarah dimana para tokoh-tokoh pendiri bangsa
lahir. Rumah yang terdiri dari dua ruang
yaitu rumah utama dan kamar kos yang berjumlah 10 kamar, ditempati oleh
lima anggota keluarga Tjokro dan 20 anak yang indekos.
Anak-anak yang indekos
dirumah Tjokro sebagian besar bersekolah di HBS (Hollandsche Burgerscholen) dan
MULO. Beberapa anak yang indekos dirumah belakang Tjokro adalah Soekarno,
Semaoen, Musso, Kartosoewirjo. Keempat murid inilah yang kemudian menjadi orang
besar dan kemudian menjadi penentang Tjokroaminoto.
Soekarno menempati
kamar kos tanpa jendela dan pengap. Dia adalah salah satu murid di HBS
Surabaya. Sosok Tjokro menjadi begitu kharismatik bagi Soekarno karena Tjokro
sangatlah berwibawa dan lantang dalam berpendapat. Gestur Tjokro dalam
berpidato inilah yang kemudian ditiru oleh Soekarno.
Ketika indekos dirumah
Tjokro, Soekarno biasa bertemu dengan tamu-tamu penting Tjokro dan mendengarkan
diskusi Tjokro dengan para tamunya. Selain itu Soekarno juga melahap buku-buku
karangan Engels, Karl Marx, Voltaire, Rousseau dikamarnya yang gelap dan
sempit. Soekarno pernah menjadi menantu Tjokro dengan menikahi putri Tjokro
yang benama Siti Oetari.
Semaoen bergabung
dengan SI Surabaya pada 1914 disaat usianya baru 14 tahun. Semaoen yang
sebelumnya adalah aktivis buruh kereta api banyak belajar kepada Tjokro karena
sosoknya yang sosialis. Tjokro kemudain menjadi mentor Semaoen, sebelum pada
akhirnya dia berlawanan denga Tjokro ketika memimpin SI Semarang.
Semaoen kemudian
berkenalan dengan Sneevliet yang tak lain adalah tokoh pendiri ISDV (Indische
Social-Democratic Vereeninging) sekaligus tamu Tjokro ketika bertamu di
Surabaya. Semaoen terkesan dengan Sneevliet karena Sneevliet yang seorang
Belanda namun bermental anti-kolonial. Bersama Sneevliet, Semaoen kemudian
belajar tentang pergerakan dan bahasa Belanda.
Kartosoewirjo adalah
salah satu murid Tjokro yang memiliki mazhab Islam Fundamental. Pertemuannya
pertama kali dengan Tjokro adalah ketika pertemuan besar di Surakarta.
Kartosoewirjo yang pernah didepak dari sekolah kedokteran setelah menyimpan
buku-buku komunisme dan diberangus pergerakannya oleh Rinkes akhirnya menemui
Tjokro yang dikenal dekat dengan Rinkes seorang pejabat Belanda seorang
Gubernur Jendral Urusan Bumuputra. Kartosoewirjo cepat klop dengan Tjokro dan
kembali aktif di politik lewat Partai Sarekat Islam dan menjabat sekertaris
umum pada Desember 1927.
Musso yang lahir di
Desa Jagung Kecamatan Pagu, Kediri ini menempuh pendidikan di HBS Surabaya dan
menjadi anak kos sekaligus murid Tjokro. Bersama Tjokro, Musso belajar politik dan bertemu dengan tamu-tamu Tjokro
yang kemudian menjadi tempat Musso mengasah diri. Bersama Sneevliet, Musso
belajar komunisme dan menjadi tokoh di
ISDV yang kemudian berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Indonesia.
Menurut Takhasi Shiraishi,
Tjokro mengajarkan murid-muridnya politik dengan jalan melalui rapat-rapat
umum, bebricara didepan massa dan memanfaatkan koran sebagai media pergerakan.
- Disampaikan dalam diskusi PTK HMI Cabang Surakarta Komisariat Persiapan M. Iqbal tanggal 17 April 2013
SELAMAT DATANG
█▀█║█▀█║║█║█▀█║║█║█▀█║█▀█║║█▀█║█▀█
█▀▀║█▀█║║█║█▄█║║█║█▄█║█▀▀█║█▄█║█║█
▀║║║▀║▀║▀▀║▀║▀║▀▀║▀║▀║▀║║▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█▀█║█║█║█▀█║█▀█
█▄█║█║█║▀▀█║█▄█║█▀▀█
▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║║▀
SELAMAT BERLOMBA MERAIH GELAR RATU ADIL
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
ZARO BANDUNG ZARO AGUNG MAJELIS AGUNG
█▀█║█▀█║█▀█║║█▀█║
█▀▀║█▀█║█▀▀█║█▄█║
▀║║║▀║▀║▀║║▀║▀║▀║
█║█║█║█║█▀█║█▀█║█▀▀║█▀█║█▀█
█▀█║▀▀█║█▀█║█║█║█║█║█▄█║█║█
▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█▀█║█║█║█▀█║█▀█║║║║▀▀█║█▀█║█║▀▀█
█▀█║█║█║▀▀█║█▀█║█▀▀█║║║█▀▀║█║█║█║▀▀█
▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║║▀║║║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀▀▀
MANDALAJATI NISKALA
Sang Pembaharu Dunia Di Abad 21
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
Zaro Bandung Zaro Agung
Majelis Agung Parahyangan Anyar
adalah Top SDM Parahyangan,
yang menyandang amanah dalam lingkup
FILOSOFI IDEOLOGI SPIRITUAL SUNDA,
yang memiliki otoritas melahirkan
Khalifatulard "RATU ADIL" di Abad 21