Total Tayangan Halaman

Kamis, 07 Maret 2013

Hasta Siempre Comandante Hugo Chavez


Rest In Peace Comandate Hugo Chavez (Beristirahatlah dalam damai “Sang Komandan” Hugo Chavez). Kata-kata tersebut seraya memecahkan tangis seluruh rakyat Venezuela pada 5 Maret 2013, karena meninggalnya pemimpin yang mereka cintai sekaligus Presiden Venezuela, Hugo Chavez. Pemimpin rakyat Venezuela yang terkenal dengan Revolusi Bolivaria ini meninggal dunia akibat penyakit kanker yang dideritanya sejak 2 tahun yang lalu. Hugo Chavez mengidap penyakit kanker pelvis (tulang panggul) dan berjuang melawan penyakitnya tersebut pasca operasi ditahun 2012 di Havana, Kuba. Hugo Chavez meninggal di usia 58 tahun.

Pemimpin Venezuela yang terkenal akan Revolusi Bolivarian, nama yang diambil dari pahlawan kemerdekaan Amerika Selatan, Simon Bolivar, memulai perjuangannya dalam mewujudkan sosialisme Venezuela sejak tahun 1992 dalam pemeberontakan melawan Presiden Carlos Andres Perez. Pemeberontakan tersebut ia lakukan karena melihat kondisi rakyat Venezuela yang menjadi korban kekerasan ekonomi Presiden Carlos Andres Perez. Meski pemberontakan tersebut gagal, Chavez berhasil memenangi pemilihan presiden dan menjadi Presiden Venezuela pada tahun 1998. Dan sejak itu, kharismatik Chavez merebak diseluruh rakyat dan pendukungnya yang dikenal dengan sebutan Chavistas.
Karirnya selama 14 tahun menjabat sebagai Presiden Venezuela telah mampu membuatnya disegani baik oleh kawan politiknya maupun lawan politiknya. Sejarah keheroikan Hugo Chavez salah satunya adalah ketika dia dengan tegas memperingatkan Amerika Serikat, bahwa serangan terhadap Iran dengan alasan program nuklir Iran, hanya akan berakibat luas dan membuat harga minyak dunia melambung tinggi. Jika Amerika menyerang Iran, itu akan jauh lebih buruk daripada apa yang telah terjadi di Irak. Chavez juga berpendapat bahwa kapitalisme adalah sebuah system yang destruktif dan bahwa sosialisme adalah cara yang lebih maju. Perdagangan bebas yang tidak terbatas merupakan perangkap bagi negara-negara yang paling berkuasa didunia untuk bisa menjaga perbudakan tetap ada di Negara-negara yang paling lemah.
Cita-cita sosialisme abad ke-21 adalah cita-cita Chavez untuk Venezuela. Cita-cita tersebut ia aplikasikan pada kebijakan untuk  menasionalisasikan perusahan-perusahaan asing. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing ini ia upayakan sebagai bagian dari penguatan ekonomi. Ini adalah langkah konkrit yang dilakukan Chavez untuk revolusi sosialis abad 21 di Venezuela. Beberapa perusahan tambang dan minyak asing berhasil dinasionalisasi oleh Chavez. Diantaranya perusahaan tambang patungan Rusia dan Kanada, Rusoro dan perusahaan minyak Amerika Serikat, ExxonMobil. Kebijakan ini bukan tanpa dampak. Banyak diantara perusahaan-perusahaan asing saat ini enggan berinvestasi di Venezuela. Namun Chavez bergeming untuk cita-cita sosialisme modern.
Meneladani Perjuangan Chavez
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya setidaknya dapat mencontoh kebijakan yang diambil oleh Venezuela. Banyaknya sumber-sumber penghasil minyak bumi, tambang-tambang seperti emas dan batu bara seharusnya mampu dikelola sendiri oleh tangan-tangan bangsa sendiri demi mewujudkan kemandirian bangsa. Berdirinya institut-institut teknik seperti Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan beberapa universitas serupa yang memiliki jurusan-jurusan teknik yang mumpuni seharusnya dapat menjadi tempat lahirnya putra-putra bangsa yang akan mengelola sumber daya alamnya sendiri demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai bangsa yan merdeka, sudah sepatutnya putra bangsa bekerja demi kemajuan bangsa dan negaranya. Sumber daya alam Indonesia, dikelola oleh putra Indonesia, demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Bukankah ini menjadi impian sekaligus cita-cita yang membanggakan jika terwujud?
Pemimpin bangsa ini semustinya jeli melihat kesempatan besar yang muncul didepan mata mereka. Diantara hamparan laut dan ribuan pulau, terkandung kekayaan alam yang terselimut bumi. Diantara 200 juta penduduk Indonesia pastilah ada beribu-ribu bibit bangsa yang siap untuk mengelola sumber daya alam demi kemakmuran bangsa. Bangsa yang siap bersaing menghadapi globalisasi yang semakin menjadi. Kapitalisme yang merusak tatanan sosial dan adat ketimuran haruslah dilawan, jangan dibiarkan menjadi subur dan akhirnya mengahancurkan bangsa ini. Sudah saatnya pemimpin bangsa ini sedikit memalingkan muka dari wajah politik yang hanya berujung kekuasaan tanpa kemakmuran rakyat. Nasionalisasi perusahan-perusahaan asing bukanlah tindakan yang buruk. Asalkan ada perhitunga yang matang dan tentunya dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia dan khususnya parlemen.
Meninggalnya Hugo Chavez dan barangkali pemimpin-pemimpin bangsa terdahulu bukanlah tanpa peninggalan. Peninggalan atau warisan tersebut bukanlah dalam bentuk harta maupun benda. Warisan yang ditingglakan oleh mereka adalah semangat. Semangat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, semangat untuk mewujudkan kemandirian bangsa, dan semangat untuk memajukan bangsa. semangat itulah yang harus diwarisi oleh seluruh elemen bangsa ini. Jika saat ini para kaum tua sedang sibuk dengan dunia politiknya dan akhirnya menelantarkan rakyat, maka kaum mudalah yang harus bicara dan bergerak untuk menyingkirkan kaum tua. Kaum muda lah yang selanjutnya harus mewarisi semangat para tokoh-tokoh dunia tersebut dan mewujudkan cita-cita bangsa ini, terwujudnya masyarakat adil makmur.
Hugo Chavez adalah tokoh dunia yang telah berperan besar bagi negaranya. Menentang kapitalisme dan imperialisme adalah tujuan utamanya. Dan akhirnya saat ini, semangat juangnyalah yang bisa kita warisi dan menjadi teladan bersama. Selamat jalan Hugo. Hasta siempre comandante Hugo Chavez.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar