Total Tayangan Halaman

Selasa, 05 Februari 2013

REORIENTASI PLATFORM GERAKAN HMI



“Bubarkan HMI! itulah statmen yang keluar dari seorang Nurcholis Madjid beberapa tahun lalu. Dalam Milad HMI ke-50 pada tahun 1997, Cak Nur juga mengatakan 50 Tahun HMI bukan Ulang Tahun Emas, tapi “besi karatan”. Hal itu muncul karena ketika itu HMI terlalu dekat dengan pemerintahan Orde Baru dan aliansi HMI dengan Kelompok Cipayung juga retak. Hal yang memicu pernyataan sinis terhadap HMI oleh berbagai kalangan ketika perayaan Milad HMI yang ke-50. Lalu bagaimanakah HMI sekarang? HMI yang sudah akan menginjak usia 66 tahun (berdasarkan penanggalan masehi) dan telah menginjak usia 68 tahun (berdasarkan penanggalan hijriyah). Jika melihat penanggalan hijriyah, HMI berdiri pada tanggal 14 Rabiul Awal dan peringatan 68 tahun HMI tersebut bertepatan dengan tanggal 26 Januari 2013 penanggalan masehi.
HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam merupakan organisasi yang berdiri pada tahun 1947 di Yogyakarta. Misi awal HMI ketika itu adalah mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia serta internalisasi nilai-nilai keislaman. Cita-cita itu senada dengan kondisi bangsa Indonesia pasca kemerdekaan. Seiring dengan waktu, misi HMI mengalami perubahan, membela kaum mustadh’afin dan internalisasi nilai-nilai keislaman. Hal ini selaras dengan tujuan HMI dan Islam yang menjadi asas HMI. Seyogyanya HMI hadir untuk memberikan perubahan dan pembaharuan di tengah masyarakat sebagaimana yang termaktub dalam tujuan HMI ternyata berbanding terbalik dengan realitas kondisi HMI hari ini. Krisis profesionalisme, intelektualisme, perkaderan serta spirit perjuangan yang menjadi platform dasar pergerakan HMI, melanda keberlangsungan HMI dalam membangun bangsa. Hal yang harus segera dipikirkan dan dibenahi oleh seluruh elemen HMI.
Perubahan sosial yang terus menerus terjadi adalah sebuah keniscayaan peradaban yang tidak bisa ditolak. Zaman yang terus bermetamoforsis membuat tatanan sosial ikut berubah. Globalisasi dan modernitas yang secara tidak sadar telah menguliti dan menelanjangi kebudayaan bangsa dan mempengaruhi perkembangan umat dan bangsa Indonesia. Hal ini berimplikasi langsung terhadap proses perkembangan HMI sebagai organisasi pemuda dan kemahasiswaan. Fakta bahwa semakin mengendurnya Islam sebagai pedoman dan asas organisasi dan pedoman hidup bagi seluruh umat muslim akan berimplikasi buruk terhadap organisasi. Keterlibatan HMI di tengah hiruk pikuk persoalan bangsa ini mengalami distorsi terhadap khittah HMI sebagai organisasi perjuangan. Realitas hari ini HMI tenyata hanya dipandang sebagai organisasi yang mampu melahirkan kader kader yang oppurtunis, yakni kader yang hanya memikirkan diri sendiri. Kader yang tidak visioner tentunya memberikan dampak buruk terhadap implementasi mission HMI. Independensi yang menjadi sifat HMI seakan-akan malah menimbulkan pertanyaan perihal letak ke-independen-an HMI. Tak terkecuali bagi HMI Cabang Surakarta. Krisis yang urung terseleasaikan ini juga melanda HMI Cabang Surakarta. Profesionalisme dan keintelektulitasan kader HMI Cabang Surakarta mengalami stagnasi yang tak kunjung bergerak menuju perubahan.
Kondisi yang cenderung sama dari tahun ke tahun membuat HMI Cabang Surakarta bisa dikatakan sedang mengalami kemandegan. Keprofesionalitasan kader dalam berorganisasi seakan jalan ditempat dan malah cenderung bergerak mundur. Keintelektualitasan kader yang diharapkan menjadi pelopor dalam membawa perubahan seakan enggan beranjak dari zona nyamanya. History HMI dimasa kejayaan yang lalu akan selalu terbayang didalam benak kader HMI dan akan menjadi beban jika kader HMI hari ini tidak dapat mempertahankan eksistensinya bahkan malah terbuai oleh romantisme masa lalu. Lahirnya tokoh-tokoh dari rahim HMI seharusnya menjadi contoh positif bagi kader HMI untuk terus berproses dan berkembang seiring dengan spirit perjuangan HMI.
BANGUN HMI!
Evaluasi merupakan suatu proses untuk mengetahui perkembangan atas rencana dan ide-ide yang telah dilewati. Analisis kritis menjadi alat untuk bisa menelurkan wacana dan ide baru. Perjalan HMI selama 68 tahun ini tak luput dari prosesi tersebut. Perkembangan zaman menuntut keselarasan ide yang sejalan dan tanpa mengurangi khittah HMI sebagai organisasi perjuangan. Sadar akan kewajiban, kesadaran, dan panggilan dari seorang kader umat dan kader bangsa, sudah saatnya HMI bangun dari buaian mimpi dan membangun ide-ide baru guna menjadi garda terdepan dan pelopor bagi bangsanya.
Surakarta yang menjadi basis pergerakan di awal abad 19 memiliki sejarah panjang atas berdirinya Indonesia. Segala peristiwa penting sejarah yang terjadi menjadikan Surakarta memiliki spirit perjuangan. Bagi saya, spirit inilah yang kemudian harus dimiliki oleh HMI Cabang Surakarta dalam pergerakannya sebagai organisasi mahasiswa. Perayaan 68 tahun HMI ini harus menjadi titik tolak bagi pergerakan HMI Cabang Surakarta. Problem profesionalitas dan intelektulitas yang mandeg harus rampung dengan analisis kritis yang menjadi solver solution dan menelurkan ide baru. Perubahan dan perkembangan zaman yang membuai tidak boleh kemudian dijadikan kambing hitam atas problem yang muncul. Lebih dari itu, zaman yang terus bergerak ini harus bisa dijadikan sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi. Ketika zaman telah melakukan metamorfosinya, maka kader HMI juga dituntut untuk melakukan hal yang sama, metamorfosis pemikiran dalam menelurkan ide dan wacana. Nilai-nilai Islam harus kembali menjadi motor spirit perjuangan HMI. Ajaran-ajaran Nabi Muhammad tak hanya dijadikan sebagai teladan, namun sebuah warisan yang harus selalu dijalankan sebagai seorang muslim. Intelektualisme menjadi harga mati. Karena intelektulitas itu yang membedakan kalangan mahasiswa dengan yang lainnya. Namun bukan berarti hal itu menjadi jurang pemisah atau sekat antara kader HMI dengan masyarakat. Sebaliknya, intelektualitas tersebut yang menjadikan kader HMI sebagai problem solver atas masalah yang mendera bangsa.
 Regenerasi kader  adalah keniscayaan dalam organisasi. Kesadaran kader kembali mesti dipicu untuk melanjutkan mission HMI. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) merupakan konsepsi teoritis setiap kader untuk menjalani rutinitasnya sebagai insan intelektual. Pemahaman yang utuh terhadap NDP sangat berpengaruh secara praksis bagi tingkah laku kader HMI. Pemaknaan akan dasar perjuangan tersebut memberikan konstribusi besar akan implementasi tujuan HMI ditengah kompleksitas bangsa yang telah mempengaruhi paradigma mahasiswa dan masyarakat. Karakter kader HMI yang kritis dan intelek merupakan ekspektasi dari orientasi training dan harus menjadi cerminan bagi setiap mahasiswa yang mengaharapkan perubahan secara totalitas terhadap karakter berpikir. Organisasi perkaderan idealnya akan mengahasilkan kader-kader yang intelek dan kritis sehinggan mission organisasi akan terealisasikan.
Sudah menjadi sebuah tradisi jika hari berdirinya sebuah lembaga atau hari lahirnya sebuah organisasi dirayakan oleh massa organisasi tersebut. Seyogyanya perayaan hari lahirnya organisasi tidak hanya sekedar untuk dirayakan begitu saja dan menjadi sebuah ritual tahunan. Namun lebih dari itu, perayaan ini harus bisa dijadikan sebuah momentum bagi HMI dalam mengoreksi dan merenungkan kembali perjalanan dimasa lalu dan menyongsong masa depan untuk dapat mewujudkan tujuan HMI, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu wata’ala”. YAKUSA!
*Diterbitkan oleh Harian JOGLOSEMAR tanggal 5 Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar