Pernah
mendengar kata fasis? Kata ini sangtalah populer pada masa Perang Dunia I. Pelopornya
adalah Ketua Partai Nasionalis Sosialis Buruh Jerman (National-Sozialistische
Deutsche Arbiterpartei) atau lebih familiar dengan nama NAZI, Adolf Hitler.
Dia adalah pendiri partai dan kemudian menjadi pemimpin Jerman di masa itu dan
menggunakan paham fasisme sebagai ideologi mereka. Sejarah mengatakan,
bahwa fasisme ini berkembang karena ketidaksukaan Hitler dengan bangsa Yahudi. Hitler
sangat membenci bangsa Yahudi yang baginya telah merampas segala yang dimiliki
oleh bangsanya, oleh ras nya yaitu Ras Arya.
Perjalanan
Hitler dalam mendirikan Partai NAZI ini bermula ketika Jerman kalah dalam
perang. Dia marah karena pemimpin militer menyerah begitu saja dengan pihak
sekutu. Dengan berbagai argumennya dia kemudian menyalahkan bangsa Yahudi yang
telah merampas kemakmuran dan mengendalikan perekonomian di Jerman. Dukungan massa
dia peroleh lewat pidato-pidatonya yang menggelora. Dengan membakar semangat
audiens dan tak luput pula membanggakan rasnya dan mencaci ras Yahudi. Sokongan
dana dan massa yang terus berkembang membuat Hitler semakin gencar mencari
dukungan. Hingga dia dipenjara atas percobaan kudeta pemerintahan sah Jerman. Namun
dipenjara dia tidak hanya diam. Ditemani oleh asistenya Hess dia membuat
biografi atas dirinya berjudul Mein Kampf (Perjuanganku).
Perang
Dunia II telah meruntuhkan Jerman, Hitler, dan fasisnya. Namun bagaimana dengan
zaman sekarang? Apakah fasis masih hidup di era sekarang? Banyak orang yang
secara tidak sadar telah menjadi fasis tanpa tahu apa yang dilakukannya adalah
fasis. Namun bagaimana kemudian jika fasis ini berkembang dan menjadi neofasis?
Dan bagi saya neofasis ini memang telah muncul.
Paham
ini muncul dengan muka baru. Sekarang bukanlah Ras Arya yang menjadi unggulan
dan bukan Yahudi yang menjadi tindasan. Namun fanatisme akan suatu paham, suatu
ideologi, bahkan agama sekalipun telah menjadi fasis-fasis yang baru ketika
mereka meniadakan paham lain dan menganggap paham mereka adalah paham yang paling
sempurna. Bukankah ini kemudian menjadi neofasis ketika mereka berbuat
demikian? Satu etnis sangat membanggakan etnisnya dan menganggap etnis lain
adalah etnis yang buruk. Satu kelompok menganggap kelompoknya lah yang paling
kuat, paling benar dan menganggap kelompok lain hanyalah sampah. Bahkan (mohon
maaf) agama pun sekarang menjadi alat penyebaran fasis ketika mereka menganggap
agama lain adalah agama kafir dan agamanyalah yang paling benar. Bukankah fasis
ini akan menjadi perpecahan bagi bangsa kita, bangsa Indonesia yang beragam
ini?
Pluralisme
akhirnya menjadi tameng yang kuat. Selain mementahkan paham fasis, pluralisme
juga menguatkan negara kita yang beraneka ragam ini. Toleransi antar sesama
menjadi pondasi yang kokoh untuk menguatkan bangsa. Menajdi alat yang dapat
menyatukan dari Sabang hingga Merauke. Dan perlu diingat, fasis tidak akan
pernah subur hidup di bumi Indonesia. Mengutip lirik dari Homicide sebagai
akhir dari tulisan ini, Fasis Yang Baik Adalah Fasis Yang Mati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar