Pada dasarnya seluruh kegiatan produksi pastilah memiliki dampak. Dalam
hal ini produksi atau kegiatan pertambangan memiliki pengaruh besar akan
perubahan ekosistem dan lingkungan sekitar penambangan. Kegiatan produksi yang
dilakukan oleh PT. Freeport
dan PT. Newmont Minahasa tidaklah salah secara keseluruhan. Seperti yang saya
ungkapkan tadi diatas, bahwa setiap kegiataan produksi pasti berdampak. Dampak
yang timbul akibat kegiatan penambangan yang dilakukan oleh dua perusahaan ini
adalah kerusakan lingkungan sekitar penambangan yang diakibatkan oleh limbah
dari sisa hasil produksi. Limbah ini wajar muncul pasca kegiatan produksi.
Namun yang jadi problem adalah ketika kegiatan produksi yang dilakukan terlalu
berlebihan maka limbah yang dihasilkan pun akan berlebih. Demi memperoleh
keuntungan, kedua perusahaan ini berusaha untuk dapat berproduksi melebihi
ketentuan yang telah ditetapkan dalam AMDAL masing-masing.
Sekiranya AMDAL yang
ditentukan ini adalah juga untuk mengurangi limbah yang akan berakibat merusak
dan mencemari lingkungan. Bagi saya, ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah
melalui aturan-aturan yang dibuatnya adalah baik adanya secara keseluruhan.
Namun hukum tidak selalu dalam posisi ideal pada raelitasnya. Apa yang
dicita-citakan dengan apa yang terjadi pastilah mengalami perubahan atau tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Disini kemudian peran pemerintah selaku
penguasa dan pemegang kendali atas Negara dipertanyakan. Sejauh mana pemerintah
berani bertindak tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh kedua perusahaan
ini? Peringatan. Mungkin itu yang akan dilakukan oleh pemerintah. Hanya sebatas
peringatan saja seorang siswa berani melanggarnya lagi. Namun disini yang
menjadi pelanggar bukanlah siswa sekolah dasar, akan tetapi dua perusahaan
multinasional yang dikategorikan pula perusahaan asing. Beranikah pemerintah
memberi sanksi tegas berupa pemutusan hubungan kerja dan nasionalisai
asset-asetnya yang berada di Indonesia?
Sekiranya hal ini bisa dikatakan sebuah perjudian, beranikah pemerintah berjudi
dengan kebijakannya?
Ketika saya membaca Koran beberapa bulan yang lalu, saya membaca berita
soal terpilihnya kembali Hugo Chavez menjadi Presiden Venezuela. Hugo Chavez (seperti
yang diberitakan) adalah presiden yang ditakuti oleh investor-investor asing.
Bagaimana tidak, investor-investor asing yang berinvestasi didalam Venezuela
berani dia permainkan. Hugo Chavez berani untuk menasionalisasikan asset-aset
asing yang berasal dari investor asing yang berada di Venezuela. Sekiranya Amerika
Serikat pun dihajar oleh Hugo Chavez dengan permainannya. Kita tahu bahwa Venezuela
merupakan salah satu dari beberapa produsen minyak mentah terbesar didunia.
Kelemahan dari Negara tersebut adalah tidak memilikinya alat-alat produksi
untuk mengolah sumber daya yang ada di Venezuela. Nasionalisasi asset-aset
asing inilah yang akhirnya menjadi pilihan bagi pemerintah Venezuela yang dipimpin oleh Hugo
Chavez.
Beranikah Indonesia
demikian? Bagi saya, permasalahan yang dihadapi Indonesia
kurang lebih sama dengan Venezuela.
Tidak memadainya teknologi yang dapat digunakan untuk mengelola sumber daya di Indonesia.
Jika pemerintah berani melakukan nasionalisai asset-aset asing, sekiranya Indonesia
saat ini telah menjadi Negara makmur dan sejahtera. Cita-cita bangsa yang
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pun bukan tidak mungkin akan terwujud.
Pengelolaan sumber daya yang ada di Indonesia sekiranya dilakukan
sendiri oleh tangan bangsa sendiri akan memudahkan pemerintah dalam mengontrol kegiatan
produksi guna mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Saya memiliki keyakinan
jika pengeloalaan itu dikelola sendiri, akan muncul sebuah tanggung jawab untuk
mengelola sumber daya tersebut dengan sebaik-baiknya dan menjaga serta ikut
melestarikan lingkungan juga dengan sebaik-baiknya.
Gagasan untuk menasionalisasikan asset-aset asing ini sudah tercetus
sejak jaman kemerdekaan. Sekiranya dahulu Indonesia bersikap non-kooperatif
terhadap Belanda, sudah seberapa maju kita sebagai sebuah bangsa yang mandiri.
Gagasan untuk menasionalisasikan asset-aset asing ini dicetuskan oleh Tan
Malaka. Beliau berpendapat tidak perlu kita mengembalikan apa yang sudah mereka
(Belanda) rampas dari kita. Kita gunakan tangan-tangan kita untuk menjadi
bangsa yang maju. Gagasan tersebut tertuang dalam sebuah buku karya Tan Malaka
berjudul GERPOLEK. Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan pemerintah Indonesia
tertuang dalam buku tersebut. Saat ini kedua perusahaan tersebut telah
diperingatkan oleh pemerintah untuk bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan
yang diakibatkan aktifitas tambang yang berlebihan. Namun apakah peringatan
tersebut digubrisnya dengan memperbaiki ekosistem yang telah mereka rusak?
Alih-alih memperbaiki, PT. Freeport malah berkonfrontasi dengan penduduk
sekitar pertambanagan.
Jika kedua perusahaan tersebut dapat dinasionalisasikan, dampak yang akan
muncul adalah gugatan yang akan dilayangkan oleh kedua perusahaan tersebut
terhadap pemerintah Indonesia
melalui pengadilan dagang internasional. Yang kedua, belum adanya sumber daya
manusia yang secara kompeten mampu menguasai teknologi pada perusahaan
tersebut. Saat ini saya juga masih melihat dan mempelajari bagaimana Negara Venezuela
melakukan aktifitas ekonominya dengan menasionalisasikan asset-aset asing.
Menurut saya, Venezuela
dapat dijadikan sebuah pandangan jika kelak Indonesia berani menasionalisasikan
kedua perusahaan tersebut. Untuk permasalahan tenaga kerja, tempatkan mantan
tenaga kerja kedua perusahaan tersebut ke posisi yang mereka kuasai. Berikan
tampuk pimpinan dan berikan kepercayaan pada mereka tenaga kerja yang tentunya
warga Indonesia
untuk mengelola tambang. Jikalau tenaga kerja yang dimiliki dan yang
berkompenten untuk menggunakan teknologi perusahaan tersebut belum mencukupi,
sekiranya pemerintah Indonesia
dapat menyewa tenaga kerja dari luar sembari mempersiapkan putra bangsa untuk
selanjutnya mengelola perusahaan tersebut kedepannya. Tentunya kesemua-semua
ini peran pemerintah sangatlah penting guna mengawasi dan mengontrol kinerja
kedua perusahaan tersebut.
Sekiranya inilah pandangan saya dan pendapat saya mengenai persoalan yang
dihadapi pemerintah dengan PT. Freeport
dan PT. Newmont Minahasa. Memang pendapat saya disini masihlah sangat kurang
terutama dalam pandangan secara hukum. Namun bagi saya, hukum saat ini makin
sulit dipegang buntutnya, aturan yang dibuat makin sulit dikontrol apalagi jika
sudah menyangkut dengan sebuah “kepentingan”. Sudah saatnya bangsa Indonesia
mengubah riwayatnya. Tan Malaka dalam bukunya Massa Actie meriwayatkan bangsa Indonesia tidak memiliki riwayat
asli selain perbudakan. Sekiranya sama kita dengan bangsa India yang sama-sama sebagai Negara
jajahan. Namun bangsa India
berani melawan imperialisme Inggris, berani mempermainkan pabrik-pabrik pengolahan
kapas Inggris yang berada di India.
Berani merebut dan menguasai mesin-mesin pabrik tersebut. Dan hingga saat ini
kita telah tertinggal oleh bangsa India dalam penguasaan teknologi. India
saat ini sudah berhasil dan begitu maju dengan perusahaan kendaraan nasionalnya
dan berhasil mempersembahkan merk Bajaj ke
pasar internasional. Terima kasih telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menuangkan pendapat saya. Dan inilah pendapat yang muncul pada pikiran saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar