Peraturan dibentuk
untuk kemudian dapat memberikan keadilan bagi masyarakat. Menurut Gustav
Radbruch, tujuan hukum memiliki tiga nilai dasar yang kesemuanya saling
berurutan, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Keadilan sebagai nilai
dasar harus memiliki manfaat yang dapat dipastikan dalam wujud peraturan. Segala peraturan yang terbentuk
semua mengacu pada konsep tujuan hukum tersebut.
Peraturan Kepala BPN
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat yang mengacu pada peraturan perundang-undangan diatasnya yaitu
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dibentuk untuk memberikan
pedoman bagi penyelesaian permasalahan tentang tanah-tanah ulayat.
Baik eksistensi
dan penguasaan tanah ulayat dan penggunaan atas tanah masyarakat hukum adat. Peraturan
Kepala BPN ini jelas harus mengacu pada prinsip-prinsip pokok agraria yang
terkandung dalam UUPA. Kelima prinsip tersebut adalah :
1.
Prinsip Nasionalitas
2.
Prinsip Hak Menguasai Negara (HMN)
3.
Prinsip Tanah Mengandung Fungsi Sosial
4.
Prinsip Land Reform
5.
Prinsip Perencanaan Agraria
Pasal 4 ayat (2) dan
(3) Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
yang mengatur tentang penglepasan atas tanah-tanah ulayat pun harus
mengacu pada prinsip-prinsip UUPA. Pelepasan tanah ulayat untuk keperluan
pertanian dan keperluan lain haruslah sesuai dengan kesepakatan pada masyarakat
tanah adat yang bersangkutan. Disini peran pemerintah yang berwenang mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan tanah termasuk mengatur hak atas penggunaan
tanah yang diperlukan. Berdasarkan prinsip Hak Menguasai Negara (HMN) menempatkan
Negara bukan sebagai pemilik tanah namun sebagai organisasi tertinggi bangsa Indonesia diberi
kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, dan
pemeliharaan atas tanah, menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai
atas bagian dari bumi, air, dan ruang angkasa, serta mengatur dan menentukan
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Pelaksanaan HMN berada pada wewenang Presiden
sebagai mandataris rakyat Indonesia yang dibantu oleh Menteri Agraria dengan
jajaran aparatnya. Penyelenggraan HMN didaerah dapat didelegasikan kepada
daerah-daerah swatantra (propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa) dan
bahkan pada suatu komunitas adat yang masih kuat keyakinan dan norma-norma
adatnya. HMN memposisikan Negara mempunyai kuasa penuh atas pemberian hak suatu
hak kepada subjek hukum tanpa mengesampingkan hak-hak atas tanah yang telah
dipunyai oleh subjek hukum.
Berdasarkan prinsip HMN, pasal 4 ayat (2) dan (3)
ini pun telah mengacu pada prinsip-prinsip UUPA, dimana peran pemerintah dalam
ayat (2) dan (3) mengatur tentang
pemberian Hak Guna Usaha dan Hak Pakai dengan jangka waktu tertentu atas tanah-tanah
ulayat yang tentunya pemberian hak
tersebut ditentukan juga dengan ketentuan yang diberikan oleh masyarakat hukum
adat sebagai delegasi pelaksana HMN. Pasal 4 ayat (2) dan (3) ini juga mengacu
pada prinsip Perencanaan Agraria, dimana dalam ayat (2) ditentukan penglepasan
tanah ulayat digunakan untuk keperkuan pertanian dan keperluan lain. Prinsip Perencanaan
Agraria mengharuskan Negara membuat tata guna agrarian dengan menyusun suatu
perencanaan umum secara nasional khusunya mengenai persediaan, peruntukan, dan
penggunaan tanah dan kekayaan alam.
Namun terdapat sesuatu yang menarik didalam pasal 4
ayat (2) dan (3) ini. Negara dalam hal ini yang memiliki wewenang untuk
memberikan hak penggunaan tanah, tidak dapat memberikan hak tersebut kepada
subjek hukum lain yang bukan pemilik tanah jika masyarakat adat yang menguasai
tanah ulayat tersebut tidak memberikan atau menyerahka penggunaan tanah ulayat
kepada pihak lain. Masyarakat adat dengan segala ketentuan hukum adat atas
tanah ulayat juga memiliki kekuasaan untuk mempunyai tanah ulayat. Perlu diingat
bahwa Negara juga mengakui satuan-satuan masyarakat adat dengan ketentuan adatnya. Hal ini
yang kemudian mengacu pada prinsip pertama UUPA (prinsip nasionalitas) bahwa
warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak atas tanah atas dasar hak milik,
tidak terkecuali masyarakat adat.
Pasal 5 Peraturan Kepala
BPN Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat mengatur tentang penentuan masih ada atau tidaknya hak
ulayat. Pasal 5 ini berpedoman pada prinsip perencanaan agraria, dimana
cita-cita sosialisme Inondesia yang mengaharuskan Negara membuat tata guna agrarian
dengan menyusun perencanaan umum secara nasional yang mengatur tentang
persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah dan kekayaan alam. Prinsip perencanaan
agrarian ini masih berhubungan dengan prinsip hak menguasai Negara (HMN),
dimana penelitian yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui keberadaan
hak ulayat masyarakat hukum adat ini digunakan untuk mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaan tanah ulayat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar