Tanggal 1 Mei bagi beberapa
kalangan masyarakat bukanlah tanggal istimewa atau tanggal penting. Namun bagi
sebagian bahkan seluruh buruh di dunia, tanggal 1 Mei merupakan tanggal
istimewa. Tanggal 1 Mei merupakan tanggal peringatan Hari Buruh Sedunia. Buruh-buruh
didunia memperingati tanggal ini sebagai bentuk perjuangan mereka untuk
memperoleh hak yang semestinya atas pekerjaan yang telah mereka kerjakan.
Peringatan Hari Buruh ini juga dikenal dengan peringatan May Day.
Peringatan Hari Buruh ini bermula
pada aksi demonstrasi para buruh di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886.
Demonstrasi dilakukan sebagai upaya tuntutan pemberlakuan 8 jam kerja bagi para
buruh.
Dikala itu buruh dipaksa bekerja selama 12 hingga 16 jam per hari. Tuntutan yang dilemparkan para buruh tidak begitu saja diterima. Mereka membutuhkan waktu hingga tahun 1890 sampai tuntutan pengurangan jam kerja bagi mereka diterima oleh para pengusaha. Akhirnya pada 1 Mei 1890, mereka (buruh) kembali melakukan aksi demontrasi untuk tuntutan yang sama, yaitu pengurangan jam kerja. Tuntutan para buruh kemudian berhasil dengan upaya pemogokan umum yang mereka lakukan pada 1 Mei 1890. Aksi pemogokan umum ini dibahas melalui Kongres Buruh dan ikut menetapkan pula 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia.
Dikala itu buruh dipaksa bekerja selama 12 hingga 16 jam per hari. Tuntutan yang dilemparkan para buruh tidak begitu saja diterima. Mereka membutuhkan waktu hingga tahun 1890 sampai tuntutan pengurangan jam kerja bagi mereka diterima oleh para pengusaha. Akhirnya pada 1 Mei 1890, mereka (buruh) kembali melakukan aksi demontrasi untuk tuntutan yang sama, yaitu pengurangan jam kerja. Tuntutan para buruh kemudian berhasil dengan upaya pemogokan umum yang mereka lakukan pada 1 Mei 1890. Aksi pemogokan umum ini dibahas melalui Kongres Buruh dan ikut menetapkan pula 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia.
Indonesia ketika pemerintahan
presiden pertama Ir. Soekarno pernah mewajibkan peringatan hari buruh sedunia
atau may day. Peringatan hari buruh ini pun dituangkan dalam Undang-Undang
Kerja tahun 1948 pasal 15 ayat (2). Bunyi pasal tersebut adalah “pada hari 1
Mei buruh dibebaskan dari wajib bekerja”. Namun peringatan hari buruh di
Indonesia ini pun tak berjalan seterusnya. Pada rezim pemerintahan Soeharto,
peringatan Hari Buruh se-Dunia ini pun dihapuskan. Buruh dilarang memperingati
1 Mei sebagai hari buruh.
Reformasi 1998 membawa angin
perubahan atas sistem demokrasi di Indonesia. Runtuhnya rezim Soeharto selama
32 tahun membawa perubahan pula bagi dunia pergerakan di Indonesia, tak
terkecuali pergerakan buruh Indonesia. Pasca runtuhnya pemerintahan orde baru,
peringatan Hari Buruh se-Dunia atau May Day kembali diperingati oleh seluruh
buruh di Indonesia. Peringatan May Day ini dimulai kembali pada 1 Mei 1999.
Buruh
Bergerak
Gerakan buruh pasca
reformasi mengalami perekembangan dari tahun ke tahun. Walaupun pada awalnya
peringatan May Day tahun 1999 hingga tahun 2006 dianggap masih membahayakan
ketertiban umum dan ada kecenderungan timbulnya tindakan destruktif dari para
buruh, namun kedua hal itu tidak terbukti. Malahan tindakan represif yang
dilakukan pemerintahlah yang terjadi akibat dari masih digunakannya pedoman
lama dalam mengatasi aksi buruh. Dilihat dari perkembangannya, para buruh
semakin cerdas menggunakan haknya dalam beserikat dan berkumpul. Ini bisa
dilihat dalam dua tahun terakhir, dimana buruh berhasil mengajukan judicial
review atas beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Serikat buruh berhasil mengajuka judicial review atas pasal
64, pasal 65, dan pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang mengatur tentang outsourcing. Namun upaya awal ini belum
berhasil. Mahkamah Konstusi menolak pengajuan gugatan atas pasal-pasal
tersebut.
Perjuangan buruh untuk
melawan dan menghapus sistem kerja outsourcing dan kerja kontrak tidak berhenti
disitu. Tercatat para buruh yang tergabung dalam Aliansi Petugas Pembaca Meter
Listrik Indonesia (AP2MLI) mengajukan judicial review terhadap Pasal 59, Pasal
64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Mahkamah Konstitusi sebagai
pengawal undang-undang akhirnya mengabulkan sebagian permohonan judicial review
tersebut dan menolak beberapa pasal yang diajukan, yaitu pasal 59 dan pasal 64
dengan alasan bahwa kedua pasal tersebut tidak melanggar UUD 1945.
Keberhasilan buruh
dalam menjudicial review beberapa pasal didalam undang-undang ketenagakerjaan
ini pun berlanjut. Perjuangan para buruh berikutnya terjadi di tahun 2012, dimana
gerakan buruh bersama mahasiswa berhasil menunda kenaikan harga bbm yang
direncanakan oleh pemerintah. Gerakan buruh yang tergabung dalam serikat
pekerja juga berhasil menekan pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengabulkan
tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang diajukan oleh buruh sebesar
Rp 2,7 juta rupiah yang kemudian dikabulkan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta
di angka Rp 2,2 juta. Terakhir pemblokiran tol oleh buruh di Bekasi yang
menuntut revisi atas upah minimum kabupaten/kota.
Keberhasilan buruh
dalam melakukan aksi dan memobilisasi massa untuk menyalurkan aspirasinya
menuntut kesejahteraan inilah yang patut diapresiasi. Bukan tidak mungkin
gerakan buruh ini dapat menjadi kekuatan yang besar yang mampu menekan
kebijakan pemerintah yang dinilai tidak menyejahterakan rakyatnya. Buruh sekarang
dapat dikategorikan sebagai agen of
change dan agen of preasure. Dimana
gerakan-gerakan besar mereka (buruh) menjadi kekuatan baru dalam mengkritisi
kebijakan pemerintah.
Berbicara soal
kesejahteraan buruh tidak hanya berbicara soal upah minimum, jaminan sosial,
tunjangan kerja, dan pemberlakuan jam kerja. Namun lebih dari pada itu,
kesejahteraan di bidang pendidikan dan ekonomi (khususnya yang menyangkut harga
kebutuhan pokok) juga patut diperhatikan oleh para buruh. Pendidikan masih
menjadi isu sentral jika berbicara kesejahteraan rakyat. Bukankah buruh bekerja
tidak lain dan tidak bukan untuk kebutuhan keluarganya tak terkecuali kebutuhan
pendidikan bagi sang anak. Kondisi pendidikan yang masih semrawut dan biaya
pendidikan yang tak jelas kemana penggunaanya akhirnya juga perlu menjadi
perhatian. Pajak yang disetorkan oleh para buruh kepada Negara untuk APBN,
sebesar 20% alokasinya adalah untuk pendidikan. Inilah yang kemudian perlu ditanggapi,
bagaimana upah buruh yang sebagian disetorkan kepada Negara dalam bentuk pajak
perlu dikawal penggunaanya. Dana yang seharusnya digunakan untuk menunjang
pendidikan bagi sang anak hilang dan tak jelas penggunaanya.
Sektor ekonomi juga
kiranya perlu mendapat perhatian dari gerakan buruh. Harga kebutuhan pokok yang
fluktuatif tentunya juga mempengaruhi kondisi ekonomi dari para buruh. Tuntutan
kenaikan upah minimum tidak bisa dijadikan alat dalam mengontrol harga
kebutuhan pokok. Kita tahu bahwa akhir-akhir ini gencar isu soal kenaikan harga
bbm dan kelangkaan soalar di beberapa daerah. Isu tersebut kemudian berdampak
langsung pada kebutuhan bahan pokok yang siap-siap untuk melonjak naik bahkan
beberapa ada yang sudah naik. Hal inilah yang kemudian perlu menjadi perhatian
dari para buruh, bagaimana mereka mengontrol harga kebutuhan pokok demi kondisi
ekonomi yang lebih baik.
Buruh hari ini semakin
dewasa dan berkembang. Perkembangan inilah yang kemudian patut untuk dijaga dan
dididik. Dijaga agar gerakan buruh ini tidak didomplengi oleh
kepentingan-kepentingn segelintir orang saja. Bahwa gerakan buruh adalah untuk
kepentingan masyarakat, kepentingan rakyat yang tak lain menuntut kesejahteran
umum. Dididik agar gerakan buruh semakin cerdas dalam melontarkan aspirasinya. Cerdas
dalam menggunakan kesempatan dan haknya untuk berserikat dan berkumpul
mengeluarkan pendapat.
Pada akhirnya disinilah
sesuatu yang diidam-idamkan bisa terwujud. Dimana gerakan buruh berperan
sebagai kekuatan perubahan, penekan yang berorientasi pada gerakan bermartabat
demi terciptanya kesejahteraan. Selamat Hari Buruh Internasional. Selamat
Merayakan May Day!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar